Gunung Merapi
Status: Aktif
Tinggi: 2,930 m (9,610 ft)
Letak: Magelang, Boyolali, Klaten (Jawa Tengah), dan Sleman (Daerah Istimewa Yogyakarta)
Koordinat:
Jenis: Gunungapi strato (stratovolcano)
Gunung Merapi merupakan salah satu gunung api teraktif di Indonesia dengan ketinggian 2.930 mdpl (2010). Lereng sisi selatan berada dalam administrasi Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan sisanya berada dalam wilayah Provinsi Jawa Tengah, yaitu Kabupaten Magelang di sisi barat, Kabupaten Boyolali di sisi utara dan timur, serta Kabupaten Klaten di sisi tenggara. Kawasan hutan di sekitar puncaknya menjadi kawasan Taman Nasional Gunung Merapi (TNGM) sejak 2004.
Gunung berbentuk strato tersebut sangat berbahaya karena menurut catatan, telah mengalami erupsi (puncak keaktifan) setiap dua hingga lima tahun sekali dan dikelilingi oleh permukiman yang sangat padat. Sejak 1548 gunung di bagian tengah Pulau Jawa tersebut sudah meletus sebanyak 68 kali. Kota Magelang dan Kota Yogyakarta adalah kota besar terdekat, berjarak di bawah 30 km dari puncak. Di lerengnya masih terdapat permukiman sampai ketinggian 1700 meter dan hanya berjarak empat kilometer dari puncak. Tingginya tingkat aktivitas Merapi menjadikannya salah satu dari enam belas gunung api dunia yang termasuk dalam proyek Gunung Api Dekade Ini (Decade Volcanoes).[1]
Contents
Geologi
Gunung Merapi adalah gunung termuda dalam rangkaian gunung berapi yang mengarah ke selatan dari Gunung Ungaran. Salah satu gunung paling aktif di dunia tersebut terbentuk karena aktivitas di zona subduksi Lempeng Indo-Australia yang bergerak ke bawah Lempeng Eurasia menyebabkan munculnya aktivitas vulkanik di sepanjang bagian tengah Pulau Jawa. Puncak yang sekarang terbentuk tidak ditumbuhi vegetasi karena aktivitas vulkanik tinggi. Puncak tersebut tumbuh di sisi barat daya puncak Gunung Batulawang yang lebih tua.[2]
Pembentukan Gunung Merapi
Proses pembentukan Gunung Merapi telah dipelajari dan dipublikasi sejak 1989 dan seterusnya.[3] Berthomier, seorang sarjana Prancis, membagi perkembangan Merapi dalam empat tahap.[4]
Pra-Merapi
Tahap pertama adalah Pra-Merapi (sampai 400.000 tahun yang lalu), yaitu Gunung Bibi yang bagiannya masih dapat dilihat di sisi timur puncak Merapi.
Merapi Tua
Terjadi ketika Merapi mulai terbentuk namun belum berbentuk kerucut (60.000-8000 tahun lalu). Sisa-sisa tahap ini adalah Bukit Turgo dan Bukit Plawangan di bagian selatan, yang terbentuk dari lava basaltik.
Merapi Pertengahan atau Merapi Muda
Yaitu 8000-2000 tahun lalu, ditandai dengan terbentuknya puncak-puncak tinggi, seperti Bukit Gajahmungkur dan Batulawang, yang tersusun dari lava andesit. Proses pembentukan pada masa ini ditandai dengan aliran lava, breksiasi lava, dan awan panas. Aktivitas Merapi telah bersifat letusan efusif (lelehan) dan eksplosif (letusan). Diperkirakan juga terjadi letusan dengan runtuhan material ke arah barat yang meninggalkan morfologi tapal kuda dengan panjang 7 km, lebar 1-2 km dengan beberapa bukit di lereng barat. Kawah Pasarbubar (Pasarbubrah) diperkirakan terbentuk pada periode tersebut.
Merapi Sekarang atau Merapi Baru
Puncak Merapi yang sekarang, Puncak Anyar, baru mulai terbentuk sekitar 2000 tahun yang lalu. Dalam perkembangannya, diketahui terjadi beberapa kali letusan dengan VEI 4 berdasarkan pengamatan lapisan tefra.
Karakteristik letusan sejak 1953 adalah desakan lava ke puncak kawah disertai dengan keruntuhan kubah lava secara periodik dan pembentukan awan panas (nuée ardente) yang dapat meluncur di lereng gunung atau vertikal ke atas. Letusan tipe Merapi secara umum tidak mengeluarkan suara ledakan tetapi desisan. Kubah puncak yang ada hingga 2010 adalah hasil proses yang berlangsung sejak letusan gas 1969.[2]
Pakar geologi pada 2006 mendeteksi adanya ruang raksasa di bawah Merapi berisi material seperti lumpur yang secara "signifikan menghambat gelombang getaran gempa bumi". Para ilmuwan memperkirakan material itu adalah magma.[5] Kantung magma ini merupakan bagian dari formasi yang terbentuk akibat menghunjamnya Lempeng Indo-Australia ke bawah Lempeng Eurasia[6].
Erupsi Besar Merapi
Wedhus Gembel
Wedhus gembel merupakan istilah yang dipakai masyarakat DIY dan Jawa Tengah untuk menyebut luncuran awan panas erupsi Gunung Merapi. Wedhus gembel terdiri dari fragmen batuan dalam berbagai ukuran, termasuk yang seukuran debu, dan gumpalan gas bersuhu 200-700 derajat Co. Gabungan unsur-unsur tersebut meluncur dari punggung gunung dengan kecepatan mencapai 200 km/jam. Jarak tempuh wedhus gembel sangat dipengaruhi oleh volume, formasi, topografi punggung gunung, dan suhu. Pada beberapa peristiwa letusan Gunung Merapi, jarak tempuh Wedhus gembel mencapai 8 km dan merusak apa saja yang dilewati dan ditemuinya.
Wedhus gembel dalam arti sesungguhnya adalah jenis binatang ternak biri-biri yang berambut gimbal dan sama sekali tidak menakutkan. Ia seperti domba bertanduk dan berbulu lebat dan umumnya berwarna putih. Di sejumlah tempat, hewan tersebut diternakkan untuk diambil bulunya (bahan dasar wol) atau sebagai hewan aduan. Bentuk luncuran awan panas erupsi Gunung Merapi yang bergulung-gulung dan berwarna putih inilah yang diasosiasikan dengan bulu biri-biri berambut gimbal: Wedhus gembel.
Letusan-letusan kecil terjadi setiap 2-3 tahun, dan yang lebih besar sekitar 10-15 tahun sekali. Letusan-letusan Merapi yang dampaknya besar tercatat pada periode 1006 (dugaan), 1786, 1822, 1872, dan 1930.
Erupsi 1006
Letusan pada1006 membuat seluruh bagian tengah Pulau Jawa diselubungi abu, berdasarkan pengamatan timbunan debu vulkanik. Ahli geologi Belanda, van Bemmelen, berteori bahwa letusan tersebut menyebabkan pusat Kerajaan Medang (Mataram Kuno) harus berpindah ke Jawa Timur.
Erupsi 1786
Erupsi 1822
Erupsi 1872
Letusan pada 1872 dianggap sebagai letusan terkuat dalam catatan geologi moderen dengan skala VEI mencapai 3 sampai 4. Letusan terbaru 2010 diperkirakan juga memiliki kekuatan yang mendekati atau sama.
Erupsi 1930
Letusan 1930 yang menghancurkan tiga belas desa dan menewaskan 1400 orang merupakan letusan dengan catatan korban terbesar hingga sekarang.
Erupsi 1994
Letusan November 1994 menyebabkan luncuran awan panas yang menerjang beberapa desa dan memakan korban 60 jiwa manusia.
Erupsi 1998
Letusan 19 Juli 1998 cukup besar namun mengarah ke atas sehingga tidak memakan korban jiwa.
Erupsi 2001-2003
Pada periode 2001-2003 terjadi aktivitas tinggi yang berlangsung terus-menerus.
Letusan 2001 menyebabkan 12.000 warga mengungsi. Abu vulkanik mengkibatkan hujan abu hingga jarak 80 km. Awan meluncur sejauh 4,5 km ke tiga kali (sungai) di Muntilan Jawa Tengah yakni Sat, Senowo, Lamat, dan Bebeng, Sleman, DIY di sisi barat[1]
Erupsi 2006
Di bulan April dan Mei 2006, mulai muncul tanda-tanda bahwa Merapi akan meletus kembali, ditandai dengan gempa-gempa dan deformasi. Pemerintah daerah Jawa Tengah dan DI Yogyakarta sudah mempersiapkan upaya-upaya evakuasi. Instruksi juga sudah dikeluarkan oleh kedua pemda tersebut agar penduduk yang tinggal di dekat Merapi segera mengungsi ke tempat-tempat yang telah disediakan.
Pada 15 Mei 2006 akhirnya Merapi meletus. Lalu pada 4 Juni, dilaporkan bahwa aktivitas Gunung Merapi telah melampaui status awas. Kepala BPPTK Daerah Istimewa Yogyakarta, Ratdomo Purbo menjelaskan bahwa sekitar 2-4 Juni volume lava di kubah Merapi sudah mencapai 4 juta meter kubik - artinya lava telah memenuhi seluruh kapasitas kubah Merapi sehingga tambahan semburan lava terbaru akan langsung keluar dari kubah Merapi.
Tanggal 1 Juni, Hujan abu vulkanik dari luncuran awan panas Gunung Merapi yang lebat, tiga hari belakangan ini terjadi di Kota Magelang dan Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Muntilan sekitar 14 kilometer dari Puncak Merapi, paling merasakan hujan abu ini.[7]
Tanggal 8 Juni, Gunung Merapi pada pukul 09.03 WIB meletus dengan semburan awan panas yang membuat ribuan warga di wilayah lereng Gunung Merapi panik dan berusaha melarikan diri ke tempat aman. Hari ini tercatat dua letusan Merapi, letusan kedua terjadi sekitar pukul 09.40 WIB. Semburan awan panas sejauh 5 km lebih mengarah ke hulu Kali Gendol (lereng selatan) dan menghanguskan sebagian kawasan hutan di utara Kaliadem di wilayah Kabupaten Sleman.[8]
Dampak erupsi 2006 menelan dua nyawa sukarelawan yang berusaha menyelamatkan diri ke bunker penyelamat di kawasan Kaliadem karena terkena terjangan awan panas yang masuk lewat pintu bunker yang tidak bisa tertutup akibat timbunan abu yang tebal.
Erupsi 2010
Peningkatan status dari "normal aktif" menjadi "waspada" pada 20 September 2010 direkomendasi oleh Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kegunungapian (BPPTK) Yogyakarta. Setelah sekitar satu bulan, pada 21 Oktober status berubah menjadi "siaga" sejak pukul 18.00 WIB. Pada tingkat ini kegiatan pengungsian sudah harus dipersiapkan. Karena aktivitas yang semakin meningkat, ditunjukkan dengan tingginya frekuensi gempa multifase dan gempa vulkanik, sejak pukul 06.00 WIB pada 25 Oktober BPPTK Yogyakarta merekomendasi peningkatan status Gunung Merapi menjadi "awas" dan semua penghuni wilayah dalam radius 10 km dari puncak harus dievakuasi dan diungsikan ke wilayah aman.
Erupsi 26 Oktober 2010 Erupsi pertama terjadi sekitar pukul 17.02 WIB pada 26 Oktober. Sedikitnya terjadi hingga tiga kali letusan. Letusan menyemburkan material vulkanik setinggi kurang lebih 1,5 km dan disertai keluarnya awan panas yang menerjang Kaliadem, Desa Kepuharjo, Kecamatan Cangkringan, Sleman.[9] dan menelan korban 43 orang, ditambah seorang bayi dari Magelang yang meninggal akibat gangguan pernapasan.
Sejak saat itu mulai terjadi muntahan awan panas secara tidak teratur. Mulai 28 Oktober, Gunung Merapi memuntahkan lava pijar yang muncul hampir bersamaan dengan keluarnya awan panas pada pukul 19.54 WIB.[10] Selanjutnya mulai teramati titik api diam di puncak pada 1 November, menandai fase baru bahwa magma telah mencapai lubang kawah.
Namun, berbeda dari karakter Merapi biasanya, bukannya terjadi pembentukan kubah lava baru, malah yang terjadi adalah peningkatan aktivitas semburan lava dan awan panas sejak 3 November. Erupsi eksplosif berupa letusan besar diawali pada pagi hari Kamis, 4 November 2010, menghasilkan kolom awan setinggi 4 km dan semburan awan panas ke berbagai arah di kaki Merapi.
Erupsi 5 November 2010 Selanjutnya, sejak sekitar pukul 15.00 WIB terjadi letusan yang tidak henti-hentinya hingga malam hari dan mencapai puncaknya pada dini hari, Jumat 5 November 2010. Menjelang tengah malam, radius bahaya untuk semua tempat diperbesar menjadi 20 km dari puncak. Rangkaian letusan ini serta suara gemuruh terdengar hingga Kota Yogyakarta (jarak sekitar 27 km dari puncak), Kota Magelang, dan pusat Kabupaten Wonosobo (jarak 50 km). Hujan kerikil dan pasir mencapai Kota Yogyakarta bagian utara, sedangkan hujan abu vulkanik pekat melanda hingga Purwokerto dan Cilacap. Pada siang harinya, debu vulkanik diketahui telah mencapai Tasikmalaya dan Bandung,[11] dan Bogor.[12]
Bahaya sekunder berupa aliran lahar dingin juga mengancam kawasan lebih rendah setelah pada 4 November terjadi hujan deras di sekitar puncak Merapi. Pada 5 November Kali Code di kawasan Kota Yogyakarta dinyatakan berstatus "awas" (red alert).[13]
Letusan kuat 5 November diikuti oleh aktivitas tinggi selama sekitar seminggu. Sebelumnya terjadi sedikit penurunan aktivitas, namun status keamanan tetap "Awas". Pada 15 November 2010 batas radius bahaya untuk Kabupaten Magelang dikurangi menjadi 15 km dan untuk dua kabupaten Jawa Tengah lainnya menjadi 10 km. Hanya bagi Kabupaten Sleman yang masih tetap diberlakukan radius bahaya 20 km.[14]
Vegetasi
Gunung Merapi di bagian puncak tidak pernah ditumbuhi vegetasi karena aktivitas yang tinggi. Jenis tumbuhan di bagian teratas bertipe alpina khas pegunungan Jawa, seperti Rhododendron dan edeweis jawa. Agak ke bawah terdapat hutan bambu dan tetumbuhan pegunungan tropika. Hutan hujan tropis pegunungan di bagian selatan Merapi merupakan tempat salah satu forma anggrek endemik Vanda tricolor 'Merapi' yang telah langka[15].
Lereng Merapi, khususnya di bawah 1.000 m, merupakan tempat asal dua kultivar salak unggul nasional, yaitu salak 'Pondoh' dan 'Nglumut'.
Rangkaian letusan pada Oktober dan November 2010 dievaluasi sebagai yang terbesar sejak letusan 1872[16] dan memakan korban nyawa 273 orang (per 17 November 2010)[17], meskipun telah diberlakukan pengamatan yang intensif dan persiapan manajemen pengungsian. Letusan 2010 juga teramati sebagai penyimpangan dari letusan "tipe Merapi" karena bersifat eksplosif disertai suara ledakan dan gemuruh yang terdengar hingga jarak 20–30 km.
Gunung paling aktif di Pulau Jawa tersebut dimonitor non-stop oleh Pusat Pengamatan Gunung Merapi di Kota Yogyakarta, dibantu dengan berbagai instrumen geofisika telemetri di sekitar puncak gunung serta sejumlah pos pengamatan visual dan pencatat kegempaan di Ngepos (Srumbung), Babadan, dan Kaliurang.
Sumber Tulisan
Lihat pula
- Taman Nasional Gunung Merapi
- Daftar gunung di Indonesia
- Daftar gunung berapi di Indonesia
Catatan kaki
- ↑ Laman Decade Volcanoes
- ↑ 2.0 2.1 DESCRIPTION:Indonesia Volcanoes and Volcanics. Laman USGeological Survey.
- ↑ Sejarah Merapi menurut Badan Geologi
- ↑ Berthommier, P., 1990. Etude volcanologique du Merapi (Centre-Java): Te´phrostratigraphic et Chronologie—produits eruptifs. PhD thesis, Universite´ Blaise Pascal, 216 pp.
- ↑ Axel Bojanowski. Riesige Magmamenge. Geologen warnen vor Mega-Eruption des Merapi. Spiegel Online edisi 05 November 2010.
- ↑ Diagram pola pembentukan ruang magma hipotetik di bawah Merapi
- ↑ [2]
- ↑ [3] [4]
- ↑ [5]
- ↑ [6]
- ↑ Ismoko Widjaya. Abu Merapi di Bandung Berbahaya. vivanews.com. Jum'at, 5 November 2010, 20:45 WIB
- ↑ Rachmadin Ismail. Hujan Abu Merapi Sampai Lido Bogor. detikNews. Jumat, 05/11/2010 19:29 WIB
- ↑ Kali Code Kritis, Warga Diperintahkan Menyingkir. Tempointeraktif.com Jum'at, 05 November 2010 | 18:23 WIB
- ↑ Fajar Pratama. BNPB: Jumlah Korban Tewas Merapi 275 Orang. detikNews. Edisi Kamis, 18/11/2010.
- ↑ Metusala D. Melirik Konservasi Anggrek Vanda tricolor di Merapi. Dirilis 20 Juli 2006. Diakses 9 Agustus 2015.
- ↑ Laporan aktivitas Gn Merapi tanggal 5 November 2010 pukul 00:00 sampai dengan pukul 06:00 WIB. Jumat, 05 November 2010 08:05
- ↑ Laporan situasi dari BPNB per 17 November 2010