Pengurangan risiko bencana

From Bencanapedia.ID
(Redirected from Disaster Risk Reduction)
Jump to: navigation, search

Jika Anda merasa konten halaman ini masih belum sempurna, Anda dapat berkontribusi untuk menyempurnakan dengan memperbaiki (Edit) atau memperdalam konten naskah ini. Setelah Anda anggap sempurna, silakan hapus koda template {{sempurnakan}} ini. Atau, Anda dapat mengirimkan perbaikan konten naskah ke bencanapedia@gmail.com..

Terimakasih..

Pengurangan risiko bencana (PRB) atau disaster risk reduction (DRR) adalah pendekatan untuk mengindentifikasi, mengevaluasi, dan mengurangi risiko yang diakibatkan oleh bencana. Praktiknya adalah dengan melakukan upaya-upaya sistematis dalam menganalisis dan mengelola faktor-faktor penyebab bencana. Termasuk melalui pengurangan kemungkinan keterpaan bahaya, mengurangi kerentanan, manajemen tanah, dan lingkungan secara bijaksana, serta memperbaiki kesiapsiagaan terhadap kejadian bencana. Tujuan utamanya untuk mengurangi risiko fatal di bidang sosial, ekonomi, dan lingkungan.

Risiko bencana dapat diartikan sebagai kerugian potensi akibat bencana seperti nyawa, harta, kesehatan, aset, mata pencaharian, layanan publik, dan lain-lain yang terjadi kepada masyarakat pada waktu tertentu. Definisi risiko bencana ini mencerminkan konsep bahwa bencana adalah hasil dari kondisi berisiko yang terjadi terus-menerus. Risiko bencana terdiri dari berbagai tipe potensi kerugian yang seringkali sulit dihitung. Meskipun demikian, melalui pengetahuan yang memadai terhadap bencana sebelumnya dan pola perkembangan populasi dan sosial-ekonomi, risiko bencana dapat dipetakan dan diukur.

Perkembangan PRB sangat dipengaruhi oleh penelitian massal pada berbagai malapetaka di masa lalu. Konsep PRB berkembang dari paradigma penanggulangan bencana sebelumnya.

Perkembangan Paradigma

  1. Pandangan konvensional menganggap bencana sebagai peristiwa atau kejadian yang tidak bisa dielakkan dan korban harus ditolong. Fokus penanggulangan adalah bantuan dan kedaruratan.
  2. Paradigma yang berkembang berikutnya adalah mitigasi, yang bertujuan mengidentifikasi daerah-daerah rawan bencana dan mengenali pola-pola yang dapat menimbulkan kerawanan.
  3. Selanjutnya berkembang pada faktor-faktor kerentanan yang mengupayakan integrasi penanggulangan bencana dengan pembangunan.
  4. Paradigma yang paling mutakhir adala Paradigma Pengurangan Risiko Bencana yang memadukan sudat pandang teknis dan ilmiah dengan faktor-faktor sosial ekonomi, dan politik dalam perencanaan pengurangan dampak bencana. Dalam paradigma ini penanggulangan bencana bertujuan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mengelola dan menekan risiko terjadinya bencana. Hal terpenting dalam paradigma ini adalah memandang masyarakat sebagai subyek dan bukan obyek dari penanggulangan bencana.

PRB meliputi berbagai displin, seperti manajemen bencana, mitigasi bencana, dan kesiapsiagaan bencana. Selain itu PRB juga merupakan bagian dari pembangunan berkelanjutan. Agar pembangunan bisa berkelanjutan, maka harus mengurangi risiko bencana. Di sisi lain, kebijakan-kebijakan pembangunan yang tidak tepat akan meningkatkan risiko bencana. Dengan demikian, PRB mencakup semua bagian masyarakat, pemerintahan, dan sektor swasta serta profesional.

Kerangka Kerja Hyogo

Pendekatan komprehensif untuk mengurangi risiko bencana kemudian ditetapkan dalam Kerangka Aksi Hyogo yang didukung PBB pada 2005. Pendekatan ini bertujuan mengurangi kerugian, nyawa, aset sosial, dan ekonomi masyarakat akibat bencana. United Nations International Strategy for Disaster Reduction (UNISDR) menyediakan alat kerjasama antar pemerintah, organisasi, dan aktor masyarakat sipil untuk mewujudkan penerapan kerangka tersebut.

Sebutan untuk Framework for Action 2005-2015: Building the Resilience of Nations and Communities to Disasters merupakan hasil dari Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Bencana (World Conference on Disaster Reduction) yang diselenggarakan pada 18-22 Januari 2005 di Kobe, Hyogo, Jepang. Konferensi ini dihadiri 165 negara. Konferensi tersebut memberikan kesempatan untuk menggalakkan pendekatan yang strategis dan sistematis dalam meredam kerentanan dan risiko terhadap bahaya. Konferensi tersebut menekankan perlunya mengetahui cara-cara membangun ketahanan bangsa dan komunitas terhadap bencana .

Negara-negara dan aktor-aktor yang berpartisipasi dalam konferensi ini berketetapan untuk mencapai penurunan secara berarti akan hilangnya nyawa dan aset-aset sosial, ekonomi, dan lingkungan karena bencana yang harus dialami komunitas dan negara. Untuk itu dibutuhkan komitmen dan keterlibatan semua pihak, termasuk pemerintah, lembaga-lembaga regional dan internasional, masyarakat sipil termasuk tenaga suka rela, sektor swasta, dan komunitas ilmiah.

Sasaran-sasaran strategis yang ditetapkan konferensi ini adalah:

  1. Integrasi secara lebih efektif tentang pertimbangan risiko bencana ke dalam kebijakan, perencanaan dan program pembangunan berkelanjutan di semua tingkat, dengan penekanan khusus pada pencegahan, mitigasi, dan kesiapsiagaan terhadap bencana, serta pengurangan kerentanan terhadap bencana;
  2. Pengembangan dan penguatan lembaga, mekanisme dan kapsitas di semua tingkat, terutama pada tingkat komunitas sehingga dapat secara sistematis menyumbangkan pada peningkatan ketahanan (resilience) terhadap bahaya;
  3. Secara sistematis memadukan pendekatan-pendekatan pengurangan risiko ke dalam rancangan dan pelaksanaan program-program kesiapsiagaan terhadap keadaan darurat, tanggap darurat dan pemulihan dalam rangka rekonstruksi komunitas yang terkena dampak.

Kerangka aksi ini juga menegaskan bahwa perspektif gender harus diintegrasikan ke dalam seluruh kebijakan, perencanaan, dan proses-proses pengambilan keputusan tentang pengelolaan risiko bencana, termasuk yang terkait dengan penjajagan risiko, peringatan dini, pengelolaan informasi, dan pendidikan dan pelatihan.

Konferensi ini mengadopsi lima prioritas aksi berikut:

  1. Memastikan bahwa peredaman risiko bencana merupakan sebuah prioritas nasional dan lokal dengan dasar kelembagaan yang kuat untuk pelaksanaannya;
  2. Mengidentifikasi, menjajagi, dan memonitor risiko-risiko bencana dan meningkatkan peringatan dini;
  3. Menggunakan pengetahuan, inovasi dan pendidikan untuk membangun sebuah budaya keselamatan dan ketahanan di semua tingkat;
  4. Mengurangi faktor-faktor risiko yang mendasari
  5. Memperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di semua tingkat

Kerangka Kerja Sendai

Baca: Sendai Framework

Sejumlah perkembangan multilateral terkait PRB

  1. Pertemuan Internasional untuk Meninjau Pelaksanaan Program Aksi bagi Pembangunan Berkelanjutan di Negara-negara Kepulauan Kecil yang Sedang Bekembang (the International Meeting to Review the Implementation of the Programme of Action for the Sustainable Development of Small Island Developing States), yang diselenggarakan di Mauritius pada Januari 2005.
  2. Agenda Aksi Kemanusiaan (the Agenda for Humanitarian Action) yang diadopsi oleh Konferensi Internasional Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (International Conference of the Red Cross and Red Crescent) pada Desember 2003.
  3. Paragraf 37 Rencana Johannesburg untuk Pelaksanaan Pertemuan Dunia Puncak tentang Pembangunan Berkelanjutan (the Johannesburg Plan of Implementation of the World Summit on Sustainable Development) yang diselenggarakan pada 2002.
  4. Program Aksi Ketiga bagi Negara-Negara Terbelakang (the third Action Programme for Least Developed Countries) yang diadopsi pada 2001.
  5. Deklarasi Milenium (the Millennium Declaration) September 2000.
  6. Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana (International Strategy for Disaster Reduction/ISDR) diluncurkan tahun 2000 oleh Dewan Ekonomi Sosial (Economic and Social Council) dan Sidang Umum (General Assembly) PBB.
  7. Rencana Johannesburg untuk Pelaksanaan Pertemuan Dunia Puncak tentang Pembangunan Berkelanjutan yang diselenggarakan pada 2002.
  8. Konvensi Tampre tentang Pengalokasian Sumberdaya Telekomunikasi untuk Mitigasi Bencana dan Operasi Bantuan Darurat (Tampere Convention on the Provision of Telecommunication Resources for Disaster Mitigation and Relief Operations) pada 1998 mulai berlaku per 8 Januari 2005.
  9. Strategi Yokohama untuk Dunia yang Lebih Baik: Pedoman untuk Pencegahan, Kesiapsiagaan dan Mitigasi Bencana Alam dan Rencana Aksinya (1994), diadopsi dalam Konferensi Sedunia tentang Pengurangan Bencana Alam (World Conference on Natural Disaster Reduction).
  10. Konvensi PBB untuk Memerangi Penggurunan di Negara-Negara yang Mengalami Kekeringan Hebat dan/atau Penggurunan, terutama di Afrika (The United Nations Convention to Combat Desertification in Those Countries Experiencing Serious Drought and/or Desertification, Particularly in Africa), diadopsi pada 1994 dan mulai berlaku sejak 1996.
  11. Konvensi PBB tentang Keragaman Hayati (United Nations Convention on Biological Diversity) diadopsi pada 1992 dan mulai berlaku sejak 1993.
  12. Sidang Umum PBB (1991) meminta penguatan koordinasi bantuan keadaan darurat dan kemanusiaan dalam PBB, baik di keadaan darurat kompleks dan bencana alam. Sidang Umum mengingatkan kembali Kerangka Aksi Internasional untuk Dekade Internasional bagi Pengurangan Bencana Alam (International Framework of Action for the International Decade for Natural Disaster Reduction [Resolusi 44/236, 1989]), dan menyusun prinsip-prinsip panduan bagi bantuan kemanusiaan, kesiapsiagaan, pencegahan, dan dalam cakupan mulai dari bantuan darurat hingga rehabilitasi dan pembangunan.

Sumber