Kajian risiko

From Bencanapedia.ID
Revision as of 13:56, 15 January 2022 by Ben (talk | contribs)
(diff) ← Older revision | Latest revision (diff) | Newer revision → (diff)
Jump to: navigation, search

Jika Anda merasa konten halaman ini masih belum sempurna, Anda dapat berkontribusi untuk menyempurnakan dengan memperbaiki (Edit) atau memperdalam konten naskah ini. Setelah Anda anggap sempurna, silakan hapus koda template {{sempurnakan}} ini. Atau, Anda dapat mengirimkan perbaikan konten naskah ke bencanapedia@gmail.com..

Terimakasih..

Pengkajian risiko bencana adalah metode untuk menganalisis bahaya potensial dan mengevaluasi kondisi kerentanan dan dapat menyebabkan ancaman atau membahayakan orang, harta benda, mata pencarian, dan lingkungan tempat masyarakat bergantung. Cara pengkajiannya dengan menentukan sifat dan besarnya risiko yang ada di dalam wilayah analisis. Dalam pengkajian ini ada pendekatan, tahap-tahap yang harus dilalui, tujuan-tujuan, dan keluaran atau output yang ingin dicapai. Pemerintah Indonesia sendiri telah meratifikasi Kerangka Aksi Hyogo/HFA (2005), yang memberikan keharusan kepada pemerintah untuk secara serius mengadopsi dan membuat kebijakan mitigasi benacana, termasuk memiliki standar pengkajian risiko bencana tersebut.

Lini Masa

Dalam Peraturan Kepala BNPB No. 3 tahun 2012, kajian risiko bencana adalah tahap dasar yang harus dimiliki setiap daerah. Dari adanya pengkajian risiko bencana ini, setiap daerah kemudian diarahkan untuk mendayagunakan penggunaan pengetahuan, inovasi, dan pendidikan untuk membangun kapasitas dan budaya aman dari bencana di semua tingkatan; setelah itu dilakukan pengurangan faktor-faktor risiko dasar yang ada; dan diperkuat kesiapsiagaan terhadap bencana demi respon yang efektif di semua tingkat. Dengan demikian pengkajian terhadap risiko bencana dianggap penting dan mendasar.

Ada beberapa pendekatan pengkajian risiko bencana yang biasa dilakukan, di antaranya adalah pendekatan teknokratik, yang mendekati kajian berdasarkan profesionalitas sains dan kecanggihan alat-alat yang diperlukan, sehingga risiko bencana dapat diukur menurut alat-alat sains dan menurut ahli di bidangnya. Pendekatan ini memiliki kelemahan, karena tidak melibatkan partisipasi masyarakat dan pemangku kepentingan yang berhubungan dengan risiko bencana di wilayah analisis.

Kekurangan pendekatan teknokratik, menghantarkan pada perlunya pendekatan demokratik, yaitu pendekatan yang melibatkan masyarakat dan pilar-pilar pemangku kepentingan dalam melihat dan menentukan besarnya risiko bencana di wilayah terdampak. Pendekatan demokratik tanpa pendekatan teknokratik juga memiliki kekurangan, karena penilaian dan pengkajian risiko bencana tidak diukur berdasarkan profesionalitas sains dan alat-alat yang berhubungan dengannnya.

Kekurangan pendekatan demokratik menghantarkan pada pendekatan kolaboratif, yang menggabungkan pendekatan teknokratik dan demokratik. Kedua-duanya digunakan untuk memaksimalkan aspek operasional pengkajian risiko bencana. Pendekatan kolaboratif mengharuskan terwujudnya perpaduan antara pengetahuan sains dan pengetahuan lokal dan juga perpaduan antara subyektivitas dan obyektivitas; dan melibatkan adanya kolaborasi antara pakar, masyarakat, dan pihak terkait di dalam proses pengkajian risiko bencana. Dari pendekatan kolaboratif itu, pengkajian risiko bencana dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu.

Pemerintah sendiri melalui Kepala BNPB mengeluarkan Peraturan Kepala No. 2 tahun 2012 tentang Pedoman Umum Pengkajian Risiko Bencana. Di dalamnya memberikan arahan, termasuk prinsip-prinisp dan fungsi pengkajian risiko bencana; metode umum yang harus dilakukan; pembuatan indek kerentanan, indek penduduk terpapar, indek kerugian dan kapasitas. Sedangkan pengkajian risiko bencana dibedakan menjadi 2: penyusunan peta risiko bencana; dan penyusunan kajian risiko bencana.

Beberapa lembaga masyarakat juga memiliki konsen tentang pengkajian risiko bencana. Sebagai contoh, PIBA (Pusat Informasi Bencana Aceh) membuat tahapan-tahapan pengkajian risiko bencana demikian: tahap penjelasan tentang bahaya yang dihadapi oleh masyarakat; tahap membuat peta bahaya/ancaman; tahap menjelaskan kerentanan dan kemampuan masyarakat, perempuan dan laki-laki; tahap menetapkan risiko bencana; tahap memutuskan tingkat (kemampuan) penerimaan terhadap risiko; dan tahap memutuskan apakah akan mencegah, mengurangi, berpindah atau hidup dengan risiko bencana. Penjelasan keseluruhan tahapan ini harus didukung pengetahuan saintifik dan pengetahbuan lokal yang melibatkan berbagai pihak terkait.

Tahapan-tahapan itu, menurut PIBA harus merumuskan capaian atau keluaran yang dijadikan goal, misalnya: adanya daftar karakteristik bahaya; adanya peta bahaya yang melingkupi masyarakat, peta sumberdaya komunitas, peta digital, dan lain-lain; adanya analisa kerentanan dan kemampuan; adanya daftar keseluruhan risiko yang dihadapi oleh masyarakat; adanya daftar prioritas risiko bencana; adanya tingkat risiko yang masih bisa ditolerir bagi keamanan keluarga dan masyarakat; dan adanya strategi yang disetujui secara bersama.

Metode yang dipakai yang direkomendasi oleh Peraturan Kepala BNPB No. 3 tahun 2012 adalah dengan cara diskusi kelompok terfokus (FGD) secara partisipatif dengan peserta dari pemerintah, non pemerintah dan masyarakat yang didampingi oleh minimal satu orang fasilitator. FGD juga harus memberikan mekanisme klarifikasi data-data dan dokumen yang tersedia agar hasilnya bisa maksimal dan tepat, sehingga kebijakan penanggulangan bencana diambil berdasarkan pengkajian atas risiko bencana yang benar dan tidak mengada-ada.

Tahap Pengkajian Risiko Bencana

Tahap Pengkajian Risiko Bencana yang direkomendasi Pusat Informasi Bencana Aceh[1]:

Pengkajian risiko (Risk Assessment) Tujuan (Objectives) Keluaran (Outputs)
Tahap 1 (Step 1) Menjelaskan bahaya yang dihadapi oleh masyarakat (Describe hazards in the community) Daftar karakteristik bahaya (List the nature of hazards)
Tahap 2 (Step 2) Membuat peta bahaya/ancaman (Conduct hazard mapping) Peta bahaya yang melingkupi masyarakat, peta sumberdaya komunitas, peta digital (Community hazard map, community resource map, digitized map)
Tahap 3 (Step 3) Menjelaskan kerentanan dan kemampuan masyarakat, perempuan dan laki-laki (Describe vulnerabilities and capacities of community, of women and men) Analisa kerentanan dan kemampuan (Capacity and Vulnerability Analysis - CVA)
Tahap 4 (Step 4) Menetapkan risiko bencana (Determine disaster risks) Daftar keseluruhan risiko yang dihadapi oleh masyarakat (Comprehensive list of risk faced by the communities)
Tahap 5 (Step 5) Merangking risiko bencana (Rank disaster risks) Daftar prioritas risiko bencana (Prioritized list of risks)
Tahap 6 (Step 6) Memutuskan tingkat (kemampuan) penerimaan terhadap risiko (Decide acceptable level of risk) Tingkat risiko yang masih bisa ditolerir bagi keamanan keluarga dan masyarakat (Agreed level of risk for family and community security)
Tahap 7 (Step 7) Memutuskan apakah akan mencegah, mengurangi, berpindah atau hidup dengan risiko bencana (Decided whether to prevent, reduce, transfer or live with the disaster risk) Strategi yang disetujui (Agreed strategies)
  1. piba.tdmrc.org, tanpa ada tanggal