|
|
Line 1: |
Line 1: |
| {{sempurnakan}} | | {{sempurnakan}} |
− | {| align="right"
| + | Sejarah dan peristiwa kebencanaan di tahun ini: |
− | | __TOC__
| |
− | |}
| |
| | | |
− | ==Deskripsi==
| + | * Diperkirakan pada sekitar 11 Oktober tahun tersebut terjadi banjir besar yang diakibatkan hujan deras bersamaan dengan air laut pasang di sekitar Sungai Brantas. Kejadian ini sekitar sebulan sebelum dikeluarkannya [[Prasasti Kamalagyan]] [https://www.tribunnews.com/tribunners/2020/07/20/kitab-pararaton-letusan-gunung-berapi-dan-tanda-tanda-bencana-di-masa-kuno?page=4 (Tribunnews)]. |
− | | |
− | Diperkirakan pada 11 Oktober tahun tersebut terjadi banjir besar, akibat hujan deras bersamaan dengan air laut pasang di sekitar Sungai Brantas, beberapa saat sebelum dikeluarkannya [[Prasasti Kamalagyan]]. Pada abad ke-11 tersebut sungai Brantas meluap menimbulkan banjir besar. Disebabkan oleh volume air yang meningkat dari hulu sehingga menjebolkan "dawuhan" (bendungan/dam/tanggul) bernama Warigin Sapta. Akibatnya luapan air menggenangi lahan-lahan hunian dan pertanian di sekitar Mojokerto dan Sidoarjo, Jawa Timur. Berdasarkan petunjuk dan telaah lebih lanjut dari prasasti Kamalagyan, diperkirakan banjir besar akibat hujan deras yang bersamaan dengan air laut pasang tersebut, terjadi pada 11 Oktober 1037 Masehi. | |
− | | |
− | ==Mitigasi/Pra Bencana==
| |
− | | |
− | Waringin Sapta sendiri seperti juga dusun Klagen, tempat lokasi prasasti dilestarikan hingga kini, masuk di wilayah Kerajaan Kahuripan yang beribukota di Jenggala (kini Siodarjo) di bawah kekuasaan Raja Airlangga. Menurut prasasti Kamalagyan, sebelum bencana air bah 1037, tertulis perintah raja agar rakyat bersama pemuka masyarakat dan agama bergotong-royong membangun dawuhan agar banjir tidak seringkali merugikan kehidupan masyarakat. Alhasil, arus sungai (bengawan) Brantas bisa dikendalikan dan dimanfaatkan untuk irigasi pertanian. Pada gilirannya, lahan pertanian bertambah subur, masyarakat makmur, sementara alur sungai Brantas menjadi jalur perdagangan kapal-kapal hingga pelabuhan Hujung Galuh yang sibuk kala itu.
| |
− | | |
− | ==Saat Bencana==
| |
− | | |
− | Prasasti Kamalagyan sendiri terletak di dusun Klagen, desa Tropodo, kecamatan Krian, kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur. Diperkirakan, satu/beberapa bulan, atau beberapa tahun sebelum prasasti dibuat sebagai penanda pada 959 Saka atau 1037 M, kemungkinan telah terjadi hujan deras yang berlangsung lama. Curah hujan lebat terjadi baik di wilayah setempat, hingga di daerah hulu sungai (pegunungan) mengakibatkan air bah. Banjir besar terjadi akibat derasnya aliran sungai Brantas dan fenomena astronomis.
| |
− | | |
− | Telaah astronomis membenarkan fakta bencana besar yang merusak lahan pertanian dan permukiman desa tersebut. Pada 11 Oktober 1037 terjadi fasa Bulan Baru (New Moon). Bulan mencapai titik terdekat (perigee) dengan Bumi dalam jarak 353.565 km, pada pukul 11:11. Akibatnya, terjadi air laut pasang di Laut Jawa, tempat sungai Brantas bermuara. Hujan deras pada bagian hulu mengakibatkan aliran sungai tertahan oleh air laut pasang. Namun karena volume air sungai bertambah terus oleh derasnya air hujan, volume air sungai Brantas melebihi kapasitas sehingga tanggul Waringin Sapta jebol.
| |
− | | |
− | ==Pasca Bencana==
| |
− | | |
− | Raja Kahuripan, Airlangga memerintahkan inventarisasi lahan-lahan hunian dan pertanian yang rusak akibat banjir. Pasca dilakukan kajian dampak kerusakan (damage and loss assesment) dilakukan perbaikan, terutama kajian terhadap bedungan Waringin Sapta yang jebol agar dapat diperbaiki.
| |
− | | |
− | Setelah proses rehabilitasi dan rekonstruksi selesai, sungai Brantas dapat dilayari kembali oleh kapal-kapal dagang. Airlangga mengeluarkan perintah penetapan pajak baru dari lahan-lahan produktif yang telah dipulihkan dari dampak bencana banjir.
| |
− | | |
− | ==Sejarah Pendukung==
| |
− | | |
− | Terkait Hujung Galuh terdapat beberapa versi. Hujung Galuh diperkirakan bukan pelabuhan Surabaya seperti asumsi banyak pihak. Alih-alih diabadikan sebagai nama jembatan di Ngagel, kota Surabaya kini. BIsa jadi penyebutan kembali "Ujung Galuh" adalah sebentuk metafor untuk mengabadikan kejajayaan pelabuhan tua dari era Majapahit yakni pelabuhan Canggu dekat Mojokerto kini (Nanang Purwono). Sementara versi lain menyebut letaknya lebih di sebelah hulu sungai dari Kelagen, tidak jauh dari Mojokerto kini (Casparis). Sementara de Jong, menyebutkan letak Ujung Galuh sebagai pelabuhan transit di sekitar Gresik.
| |
− | | |
− | Sementara itu, kerajaan Kahuripan yang beribukota di Jenggala dimana keraton Airlangga berada, kemungkinan yang dimaksud adalah wilayah “Koeripan”. Sekitar 10 kilometer barat daya Kelagen, 1 kilometer arah selatan sungai Brantas (kini Porong Sidoarjo). Hanya saja di sana ada dua buah desa bernama Koeripan, di sisi timur dan barat sungai Brantas (Verbeek).
| |
− | | |
− | ==Sumber==
| |
− | #https://www.its.ac.id/tgeofisika/wp-content/uploads/sites/33/2021/01/Paparan-Prasasti-Kamalagyan-Materi-Webinar-Teknik-Geofisika-ITS.pdf
| |
− | #https://www.its.ac.id/tgeofisika/id/webinar-teknologi-peradaban-bendungan-waringinsapta-airlangga-1037-m/paparan-prasasti-kamalagyan-materi-webinar-teknik-geofisika-its/
| |
− | #Verbeek,_____
| |
− | #Trigangga, 2019
| |
− | #Casparis, 1958
| |
− | #de Jong, 1977
| |
− | #Purwono, Nanang,____. Nawacitapost. Suarabaya: Nawacitapost
| |
− | #https://www.tribunnews.com/tribunners/2020/07/20/kitab-pararaton-letusan-gunung-berapi-dan-tanda-tanda-bencana-di-masa-kuno?page=4
| |
− | | |
− | [[Category:Peristiwa]]
| |