Difference between revisions of "Bencana Ekologis"

From Bencanapedia.ID
Jump to: navigation, search
Line 8: Line 8:
 
“kerusakan lingkungan” pada definisi di atas, dalam praktiknya tidak terlalu diperhatikan oleh para pelaku [[Penanggulangan Bencana|PB]]. Misalkan saja ada bencana longsor di hutan Aceh, sepanjang kejadian longsor itu tidak menimbulkan korban jiwa manusia dan kerugian harta benda maka kejadian tersebut bukanlah kategori bencana; longsor ituhanya kejadian alamiah biasa. Akan tetapi, apabila kejadian longsor itu menimbulkan korban jiwa manusia atau kerusakan rumah/bangunan maka segera akan disebut sebagai bencana.
 
“kerusakan lingkungan” pada definisi di atas, dalam praktiknya tidak terlalu diperhatikan oleh para pelaku [[Penanggulangan Bencana|PB]]. Misalkan saja ada bencana longsor di hutan Aceh, sepanjang kejadian longsor itu tidak menimbulkan korban jiwa manusia dan kerugian harta benda maka kejadian tersebut bukanlah kategori bencana; longsor ituhanya kejadian alamiah biasa. Akan tetapi, apabila kejadian longsor itu menimbulkan korban jiwa manusia atau kerusakan rumah/bangunan maka segera akan disebut sebagai bencana.
  
Dalam UU No. 24/2007 sama sekali tidak disinggung mengenai bencana [[ekologis]]. Bahkan di kalangan para pelaku PB pun kurang dikenal terminologi bencana ekologis, tapi di antara para pelaku PB dengan latar belakang aktivitas bidang lingkungan hidup sebelumnya banyak mewacanakan bencana ekologis agar setaraf dengan ketiga jenis bencana di atas. Bagi para pelaku PB pada umumnya lebih melihat bencana ekologis atau dampak dan/atau risiko lingkungan hidup (UU No.32/2009) sebagai aspek [[kerentanan]]. Kerentanan ini sangat berpengaruh bagi risiko bencana di samping adanya [[bahaya]] bencana dan [[kapasitas]].
+
Dalam UU No. 24/2007 sama sekali tidak disinggung mengenai bencana [[ekologis]]. Bahkan di kalangan para pelaku PB pun kurang dikenal terminologi bencana ekologis, tapi di antara para pelaku PB dengan latar belakang aktivitas bidang lingkungan hidup sebelumnya banyak mewacanakan [[bencana ekologis]] agar setaraf dengan ketiga jenis bencana di atas. Bagi para pelaku PB pada umumnya lebih melihat [[bencana ekologis]] atau dampak dan/atau risiko lingkungan hidup (UU No.32/2009) sebagai aspek [[kerentanan]]. Kerentanan ini sangat berpengaruh bagi risiko bencana di samping adanya [[bahaya]] bencana dan [[kapasitas]].
  
 
=Dasar Pijak=
 
=Dasar Pijak=
 
Upaya perlindungan dan pengelolaan [[Lingkungan Hidup|LH]] sesuai dengan UU No. 32/2009 adalah untuk menciptakan [[lingkungan hidup]] yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara. Warga negara dilindungi dari dampak dan/atau [[risiko]] lingkungan hidup. Dengan demikian, adanya [[lingkungan hidup]] yang baik dan sehat akan memberikan perlindungan warga negara dari risiko bencana sesuai dengan isi esensi UU No. 24/2007. Maka dari itu ada korelasi yang sangat erat antara UU No. 32/2009 dengan UU No. 24/2007. Tujuan utama para pelaku [[LH]] dan pelaku [[PB]] di bidang kerja masing-masing adalah kesejahteraan dan keamanan warga negara (manusia) Indonesia.
 
Upaya perlindungan dan pengelolaan [[Lingkungan Hidup|LH]] sesuai dengan UU No. 32/2009 adalah untuk menciptakan [[lingkungan hidup]] yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara. Warga negara dilindungi dari dampak dan/atau [[risiko]] lingkungan hidup. Dengan demikian, adanya [[lingkungan hidup]] yang baik dan sehat akan memberikan perlindungan warga negara dari risiko bencana sesuai dengan isi esensi UU No. 24/2007. Maka dari itu ada korelasi yang sangat erat antara UU No. 32/2009 dengan UU No. 24/2007. Tujuan utama para pelaku [[LH]] dan pelaku [[PB]] di bidang kerja masing-masing adalah kesejahteraan dan keamanan warga negara (manusia) Indonesia.
  
Menurut [[UNISDR]] [[degradasi lingkungan]] adalah menurunnya kapasitas lingkungan untuk memenuhi tujuan dan kebutuhan sosial dan ekologi. Disini degradasi lingkungan dapat mengubah frekuensi dan intensitas bahaya alam dan meningkatkan [[kerentanan]] masyarakat. Ada berbagai jenis degradasi yang disebabkan ulah manusia,antara lain penyalahgunaan lahan, erosi dan hilangnya tanah, penggurunan,kebakaran lahan liar, hilangnya keragaman hayati, penggundulan hutan,kehancuran bakau, polusi tanah, air dan udara, perubahan iklim, naiknya permukaan laut, dan menipisnya lapisan ozon.
+
Menurut [[UNISDR]] [[degradasi lingkungan]] adalah menurunnya [[kapasitas]] lingkungan untuk memenuhi tujuan dan kebutuhan sosial dan ekologi. Disini degradasi lingkungan dapat mengubah frekuensi dan intensitas bahaya alam dan meningkatkan [[kerentanan]] masyarakat. Ada berbagai jenis degradasi yang disebabkan ulah manusia,antara lain penyalahgunaan lahan, erosi dan hilangnya tanah, penggurunan,kebakaran lahan liar, hilangnya keragaman hayati, penggundulan hutan,kehancuran bakau, polusi tanah, air dan udara, perubahan iklim, naiknya permukaan laut, dan menipisnya lapisan ozon.
  
 
Baik UU No. 32/2009 maupun UU No. 24/2007 memandatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) agar membuat sebuah perencanaan dibidang lingkungan hidup ataupun penanggulangan bencana. Perencanaan itu terintegrasi dengan perencanaan pembangunan jangka panjang dan jangka menengah. Selanjutnya oleh masing-masing sektor perencanaan itu mewarnai bidang kerja mereka masing-masing dan diimplementasikan ke dalam perencanaan dan penganggaran tahunan.
 
Baik UU No. 32/2009 maupun UU No. 24/2007 memandatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) agar membuat sebuah perencanaan dibidang lingkungan hidup ataupun penanggulangan bencana. Perencanaan itu terintegrasi dengan perencanaan pembangunan jangka panjang dan jangka menengah. Selanjutnya oleh masing-masing sektor perencanaan itu mewarnai bidang kerja mereka masing-masing dan diimplementasikan ke dalam perencanaan dan penganggaran tahunan.
Line 20: Line 20:
  
 
=Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan=
 
=Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan=
Peran serta masyarakat merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam implementasi kebijakan lingkungan hidup dan penanggulangan bencana. Peran serta masyarakat dalam lingkungan hidup diatur dalam pasal tersendiri pada UUNo. 32/2009, yaitu Pasal 70. Pasal ini mengatur bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan [[lingkungan hidup]]. Peran masyarakat dapat berupa pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan,pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Peran masyarakat dilakukan untuk:
+
Peran serta masyarakat merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam implementasi kebijakan [[lingkungan hidup] dan penanggulangan bencana. Peran serta masyarakat dalam [[lingkungan hidup] diatur dalam pasal tersendiri pada UUNo. 32/2009, yaitu Pasal 70. Pasal ini mengatur bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan [[lingkungan hidup]]. Peran masyarakat dapat berupa pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan,pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Peran masyarakat dilakukan untuk:
 
# Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup.
 
# Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup.
 
# Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.
 
# Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.
Line 32: Line 32:
 
[[Category : Bencana]]
 
[[Category : Bencana]]
 
[[Category : Bencana Ekologis]]
 
[[Category : Bencana Ekologis]]
 +
[[Category : Lingkungan]]
 +
[[Category : Lingkungan Hidup]]

Revision as of 17:31, 16 October 2021

Apa itu bencana ekologis?

Kata bencana ekologis berasal dari kata bencana dan ekologis, sedangkan kata ekologis itu sendiri berasal dari kata dasar ekologi yang mendapat imbuhan huruf “s”. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI),bencana berarti sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian,atau penderitaan; kecelakaan; bahaya. Kata ekologi berarti ilmu tentang hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan (kondisi) alam sekitarnya (lingkungannya). Dalam bahasa Indonesia, akhiran huruf “s” menyatakan sifat dari kata awal yang diimbuhinya. Jadi kata ekologis berarti bersifat ekologi. Jadi secara sederhana dapat dikatakan bahwa bencana ekologis berarti sesuatu yang menyebabkan (menimbulkan) kesusahan, kerugian, atau penderitaan yang bersifat ekologi.

Pengertian Bencana Ekologis Oleh Pelaku PB

“Kitab suci” para pelaku PB di Indonesia adalah Undang-Undang Nomor 24 Tahun2007 tentang PB (UU No. 24/2007). Pasal 1 UU No. 24/2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yangdisebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusiasehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,kerugian harta benda, dan dampak psikologis.”

Pengertian bencana ini fokus pada dampak kepada manusia, yaitu korban jiwa manusia, kerugian harta benda dan dampak psikologis. Walaupun ada kata “kerusakan lingkungan” pada definisi di atas, dalam praktiknya tidak terlalu diperhatikan oleh para pelaku PB. Misalkan saja ada bencana longsor di hutan Aceh, sepanjang kejadian longsor itu tidak menimbulkan korban jiwa manusia dan kerugian harta benda maka kejadian tersebut bukanlah kategori bencana; longsor ituhanya kejadian alamiah biasa. Akan tetapi, apabila kejadian longsor itu menimbulkan korban jiwa manusia atau kerusakan rumah/bangunan maka segera akan disebut sebagai bencana.

Dalam UU No. 24/2007 sama sekali tidak disinggung mengenai bencana ekologis. Bahkan di kalangan para pelaku PB pun kurang dikenal terminologi bencana ekologis, tapi di antara para pelaku PB dengan latar belakang aktivitas bidang lingkungan hidup sebelumnya banyak mewacanakan bencana ekologis agar setaraf dengan ketiga jenis bencana di atas. Bagi para pelaku PB pada umumnya lebih melihat bencana ekologis atau dampak dan/atau risiko lingkungan hidup (UU No.32/2009) sebagai aspek kerentanan. Kerentanan ini sangat berpengaruh bagi risiko bencana di samping adanya bahaya bencana dan kapasitas.

Dasar Pijak

Upaya perlindungan dan pengelolaan LH sesuai dengan UU No. 32/2009 adalah untuk menciptakan lingkungan hidup yang baik dan sehat merupakan hak asasi setiap warga negara. Warga negara dilindungi dari dampak dan/atau risiko lingkungan hidup. Dengan demikian, adanya lingkungan hidup yang baik dan sehat akan memberikan perlindungan warga negara dari risiko bencana sesuai dengan isi esensi UU No. 24/2007. Maka dari itu ada korelasi yang sangat erat antara UU No. 32/2009 dengan UU No. 24/2007. Tujuan utama para pelaku LH dan pelaku PB di bidang kerja masing-masing adalah kesejahteraan dan keamanan warga negara (manusia) Indonesia.

Menurut UNISDR degradasi lingkungan adalah menurunnya kapasitas lingkungan untuk memenuhi tujuan dan kebutuhan sosial dan ekologi. Disini degradasi lingkungan dapat mengubah frekuensi dan intensitas bahaya alam dan meningkatkan kerentanan masyarakat. Ada berbagai jenis degradasi yang disebabkan ulah manusia,antara lain penyalahgunaan lahan, erosi dan hilangnya tanah, penggurunan,kebakaran lahan liar, hilangnya keragaman hayati, penggundulan hutan,kehancuran bakau, polusi tanah, air dan udara, perubahan iklim, naiknya permukaan laut, dan menipisnya lapisan ozon.

Baik UU No. 32/2009 maupun UU No. 24/2007 memandatkan kepada pemerintah dan pemerintah daerah (pemda) agar membuat sebuah perencanaan dibidang lingkungan hidup ataupun penanggulangan bencana. Perencanaan itu terintegrasi dengan perencanaan pembangunan jangka panjang dan jangka menengah. Selanjutnya oleh masing-masing sektor perencanaan itu mewarnai bidang kerja mereka masing-masing dan diimplementasikan ke dalam perencanaan dan penganggaran tahunan.

Dalam UU No. 32/2009 ada Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH). RPPLH adalah perencanaan tertulis yang memuat potensi,masalah lingkungan hidup, serta upaya perlindungan dan pengelolaannya dalam kurun waktu tertentu. RPPLH disusun oleh pemerintah di tingkat nasional,pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota.

Peran Serta Masyarakat dalam Pengelolaan Lingkungan

Peran serta masyarakat merupakan suatu hal yang sangat mendasar dalam implementasi kebijakan [[lingkungan hidup] dan penanggulangan bencana. Peran serta masyarakat dalam [[lingkungan hidup] diatur dalam pasal tersendiri pada UUNo. 32/2009, yaitu Pasal 70. Pasal ini mengatur bahwa masyarakat memiliki hak dan kesempatan yang sama dan seluas-luasnya untuk berperan aktif dalam perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup. Peran masyarakat dapat berupa pengawasan sosial; pemberian saran, pendapat, usul, keberatan,pengaduan; dan/atau penyampaian informasi dan/atau laporan. Peran masyarakat dilakukan untuk:

  1. Meningkatkan kepedulian dalam perlindungan dan pengelolaanlingkungan hidup.
  2. Meningkatkan kemandirian, keberdayaan masyarakat, dan kemitraan.
  3. Menumbuhkembangkan kemampuan dan kepeloporan masyarakat.
  4. Menumbuhkembangkan ketanggapsegeraan masyarakat untuk melakukan pengawasan sosial.
  5. Mengembangkan dan menjaga budaya dan kearifan lokal dalam rangkapelestarian fungsi lingkungan hidup

Sumber

Prastiyanto. Djuni, Bencana Ekologis : Perspektif Pelaku LH dan Pelaku PB, MPBI